Jumat, 05 Desember 2008
Kamis, 04 Desember 2008
Senin, 01 September 2008
Antara Shangri-La dan Sekar Langit
Sejak 6 bulan ini, dari ruangan tempat aku bekerja mendapat pemandangan yang berbeda dengan sebelumnya. Sekarang ini aku selalu dapat melihat matahari terbenam diufuk barat dengan warna yang indah, sungguh maha karya yang indah dari Allah SWT. Setiap aku memandang ke arah jendela yang terlihat adalah gedung-gedung apartemen di sebelah barat dan disebelah utara terdapat tower BNI 46 serta Hotel Shangri La.
Shangri La , hmm....sering aku dengar dan aku lihat. Tapi apa sih artinya ? kucoba bertanya kepada salah seorang temanku, " Eh, kamu tahu apa arti dari Shangri La ?".
"...mm kayaknya nama hotel ya ?" jawabnya sambil ketawa. " Ya, aku tahu... lha itu hotelnya", jawabku sambil menunjuk ke arah jendela.
"Bukan itu maksudku, kamu tahu ngga artinya ?" tanyaku sedikit serius. " Kayaknya itu hotel yang punya orang Cina yang berasal dari Shanghai, jadi dinamakan Shangri La", kata temanku sambil garuk-garuk kepala.
" ah...ngawur kamu ", timpalku ...."he...he...ya siapa tahu"katanya sambil meringis.
Shangri La merupakan sebuah tempat dari kisah fiksi sebuah novel berjudul Lost Horizon karya James Hilton seorang pengarang dari UK. Dalam buku itu Shangri La digambarkan sebagai suatu tempat yang mistis dilembah-lembah yang berjajar harmonis, yang menjadi tempat biara para biksu budha, yang meliputi wilayah barat hingga ujung dari pegunungan Kunlun. Shangri La telah menjadi suatu perumpamaan yang disamakan dengan surga yang ada dibumi ini, tetapi tetap terbatas dalam suatu cerita mistik orang Himalaya. Suatu tempat kekal yang penuh dengan kebahagiaan, tempat yang terisolasi dari dunia luar. Cerita tentang Shangri La merupakan konsep dasar dari SHAMBHALA, yaitu suatu kota mistik yang menjadi cerita dalam tradisi masyarakat Budha di kawasan Tibet.
Ketika aku ketikkan kata Shangri La di search enggine Google, yang muncul adalah suatu daerah di sebuah tempat dikawasan Himalaya yaitu negara kerajaan kecil yang bernama Bhutan. Dengan luas negara kurang lebih 47 ribu kilometer persegi, berpenduduk kurang lebih 2 juta orang pada sensus tahun 2001 dan pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2050 menjadi 4,6 juta orang. Konon para penduduk dinegara ini merupakan orang-orang yang paling berbahagia di dunia. Dengan kontur permukaan bumi yang bergunung-gunung memanjang, membuat para pelancong dari dunia luar menjadi teringat dengan karya James Hilton, yaitu Shangri La. Dengan kondisi masyarakat yang masih berpakaian tradisional, seakan mereka terisolasi dengan dunia luar. Padahal kaum muda mereka adalah lulusan dari universitas terkenal di Amerika dan Eropa. Dengan rasa bangga ketika mereka kembali ke tanah airnya, mereka tidak serta merta kehilangan identitas, mereka dengan tetap bangga memakai pakaian tradisional mereka yaitu Drukpa. Kondisi kehidupan masyarakat terasa masih murni jauh dari gaya hidup yang modern, menjadikan para pelancong yang ingin menjauhkan diri dari keruwetan hidup dalam alam modern memilih tempat ini untuk mencari kedamaian hidup seakan menemukan tempat idaman seperti dalam kisah fiksi dengan suatu tempat bernama Shangri La.
Antara Shangri La dan Sekar Langit
Nama Sekar Langit adalah suatu lembah disebelah barat kaki gunung Merbabu. Pertama kali mendengar nama itu dari Pak Bambang, seorang guru sekolah kejuruan di kota Temanggung - Jawa Tengah. Empat tahun lalu dalam suatu kunjungan ke tempat beliau mengajar, karena waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 aku mohon diri pamit untuk menuju ke kota kelahiranku Boyolali. " Pulangnya lewat mana Mas ?", tanya beliau. " Saya coba lewat Jogja saja Pak,sambil jalan-jalan", kataku setelah minum sambil meletakkan gelas teh hangat yang isinya tinggal sepertiganya.
Sambil tersenyum beliau berkata,"Njenengan (Anda) tahu ngga Sekar Langit ?"
... "Sekar Langit?" tanyaku sambil mengulangi kata-kata Pak Bambang.
" Nggih (Iya) Sekar Langit", katanya sambil diulang.
"Dereng (Belum) Pak", jawabku.
" Njenengan cobi , luwih cepet medal mrika menawi badhe dateng Boyolali ( Anda coba saja, lebih cepat lewat sana untuk ke arah Boyolali )" kata Pak Bambang.
"Matur nuwun Pak, mangkih kulo cobi medal mrika menawi mboten kedalon ( Terima kasih Pak, nanti saya coba lewat sana kalau tidak kemalaman)"kataku sambil melihat jam tangan.
Setelah pamit, kupacu motorku menuju ke luar kota Temanggung. Akhirnya sampailah di pertigaan antara pilihan ke kiri menuju Bawen -Semarang atau ke kanan Magelang - Jogja. Jam tangan masih menunjukkan pukul 16.30, masih belum terlalu gelap kalau lewat Sekar Langit pikirku. Akhirnya kuputuskan mengambil arah kiri menuju arah Bawen, aku ikuti petunjuk dari Pak Bambang untuk mengambil arah lewat Sekar Langit. Aku ikuti terus arah yang digambarkan Pak Bambang, hingga akhirnya aku menemukan daerah yang menurutku sangat indah, dengan latar belakang gunung Merbabu, daerah ini merupakan sebuah lembah yang luas dengan dikelilingi gunung , serasa di Swiss kataku waktu itu kepada Mas Ari, kakak kelasku waktu SMP yang saat itu menjadi teman perjalanan ketika masih kerja di Semarang . "Masak seperti Swiss", katanya ngga percaya sambil tertawa." Bener mas, tidak mirip 100% sih, tapi bentuk geografisnya mirip" terangku. " Pokoknya bagus deh", kataku berpromosi.
Udara sore itu terasa sejuk ,angin berhembus ringan sehingga udara tidak sedingin bila kita diatas gunung, apakah karena musim kemarau saat itu...entahlah. Aku berhenti sejenak dipinggir jalan, kali kecil disamping jalan mengalirkan air yang jernih. Kupandangi puncak gunung yang tanpa kabut, sawah yang hijau terhampar luas dan sebuah desa jauh didepanku kira-kira 1 kilometer jaraknya dari tempatku berdiri. "Sayang sekali aku tidak bawa kamera",batinku. Setelah lima menit berhenti, aku putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Kupacu motorku dengan kecepatan rendah, untuk dapat mengagumi pemandangan alam Sekar Langit...setelah beberapa menit kemudian motorku memasuki desa yang tadi terlihat dari kejauhan, sebuah desa yang tidak terlalu besar rumah-rumah berjajar keatas mengikuti kontur permukaan tanahnya, rumah yang mungil apabila kita lihat dari ketinggian tiap-tiap pintunya. Jalan yang kulalui merupakan jalan satu-satunya yang membelah desa itu, jalan yang menanjak seakan memasuki jantung gunung Merbabu. Beberapa orang penduduk terlihat masih duduk-duduk dipinggir jalan sambil merokok memperhatikan aku, beberapa anak-anak kecil berlarian dibelakang motorku, bersorak-sorak sambil bergaya seakan naik motor dengan mulut yang mengeluarkan suara mirip motor.."mrmm...brmmm..nnnng....". "hmm...dasar anak-anak", batinku sambil melempar senyum kearah mereka.
Jalan semakin menanjak, " Nderek langkung, Pak (permisi pak)", sambil senyum, kulalui kerumunan bapak-bapak bersarung yang sedang dipinggir jalan. "Nggih...monggo(Ya, silahkan)..", jawab mereka ramah.
Bau segar hawa pegunungan seketika sedikit berubah ketika aku masuk desa tersebut, ...hmm...bau sapi perah... bau khas kotoran sapi he..he...(aku jadi ingat dengan Pakde Padmo yang punya beberapa sapi perah, kalau kami sekeluarga berkunjung ke rumah beliau pasti tercium aroma bau sapi perah dan kotoran sapinya...he..he..) . Jalan semakin menanjak dan semakin meninggalkan desa, jalan serasa cepat gelap karena berada dibawah pepohonan yang cukup lebat daunnya,...beberapa saat kemudian aku tiba dipuncak gunung diatas desa tadi, kuhentikan motorku sambil kulihat pemandangan sawah dan desa dibawah, dikejauhan tampak gunung Sindoro dan Sumbing dengan matahari yang akan terbenam dibaliknya .
Cukup lama aku dipuncak itu, jam tanganku menunjukkan waktu sekitar jam 5 lebih. Beberapa anak penggembala kambing dangan rombongan kambingnya melewatiku menuju desa dibawah, dan seorang nenek tua usia kira-kira 80-an tahun berjalan pelan dengan menggendong ranting dan kayu bakar dipunggungnya. Wajah nenek itu mengingatkanku dengan Mbak Carik almarhumah, tetanggaku dulu waktu aku kecil, dengan tubuh kecil...rambut putihnya...jalannya yang membungkuk membawa kayu dan ranting. Nenek itu berhenti disamping motorku " Badhe dateng pundi, gus ? ( Mau kemana nak ?),"tanya nenek itu kepadaku. "Badhe dateng Boyolali ,Mbah"(Mau ke Boyolali, Mbah), jawabku. "Kok dewekan, saking pundi?"(Kok sendirian, dari mana ?),tanyanya...."Saking Temanggung, Mbah" (Dari Temanggung, Mbah)jawabku singkat..."Ndang kondur mawon, meh mahrib ora ilok nek jih neng ndalan"(Segera pulang, ngga baik dijalan waktu maghrib), katanya serius seakan menasehati cucunya.
"Inggih matur nuwun mbah, sakmenika kula badhe nerusaken lampah" ( Baik terima kasih mbah, saya akan meneruskan perjalanan.),jawabku sambil tersenyum..."Lha simbah kulo derekakaen punapa?"(Lha nenek apakah ingin saya antar ke rumah ?),tanyaku
"he..he..simbah ora tau numpak montor, mengko malah tibo,piye?( he...he...nenek tidak pernah naik motor, kalau jatuh bagaimana ?), jawabnya sambil tertawa geli dengan memperlihatkan giginya yang sudah tidak lengkap , akupun geli mendengar jawabannya. "Simbah omahe mung neng ngisor kono, ora susah diterke simbah jih kuat" ( Nenek rumahnya dekat, hanya desa dibawah gunung , tidak perlu diantar) , katanya
"Nggih sampun, menawi simbah mboten purun, kulo nyuwun pamit nggih mbah..."( Ya sudah kalau nenek tidak mau, saya minta pamit ya nek...") kataku... sambil menstater motor. Nenek itu berjalan mendekat seperti mau mengatakan sesuatu, setelah dekat dia mengatakan kalau punya cucu yang sama usianya denganku saat itu yang tinggal di Salatiga, akupun tersenyum dan mengangguk-angguk mendengarnya. "Mbah meniko wonten roti, kangge simbah"(Nek, ini ada roti untuk nenek) kataku sambil menyerahkan dua bungkus kue yang kuambil dari ranselku.
"Wah, lha kok malah simbah diparingi roti ki piye.."(wah lha kok malah nenek diberi roti), katanya sambil tersenyum..."mboten punopo mbah"(tidak apa-apa nek), jawabku..."Ngatos -atos yo gus , neng mergi "(Hati-hati dijalan ya), kata nenek itu sambil memperhatikan aku menjalankan motor..."pareng mbah...", kataku sambil menjalankan motor, kulihat dari kaca spion, nenek itu masih memperhatikan aku dan beberapa saat aku berhenti untuk melihat sang nenek yang dengan langkah pelan dengan beban kayu dan ranting dipunggung ia lanjutkan perjalanan menuju rumahnya dibawah gunung. "She's really a strong old woman" batinku memujinya.
Antara Shangri La dan Sekar Langit mungkin tidak dapat dipersamakan, tetapi jiwa yang penuh dengan kesederhanaan dari penduduk yang mengisi daerah itu menjadikan mereka orang-orang yang paling berbahagia didunia ini karena jauh dari materialisme dan hedonisme.
Senin, 02 Juni 2008
Jakarta dalam Rana Netra
Terowongan Cawang 19:50 ( 12.07 )
Soedirman & Building 16:45 ( 05.08 )
Selamat pagi Anyer 05:50 (05.08)
Lippo Cikarang 05:55 (12.07)
Karet - Setiabudi malam hari 18:45 (04.08)
Karet - Setiabudi di siang hari 11:45 (05.08)
Hujan deras di Karet - Setiabudi 10:30 (04.08)
Grafiti di terowongan Cawang - Jakarta 19:45 ( 12.07 )
Patung Jenderal Soedirman 16:45 ( 05.08 )
Kamis, 13 Desember 2007
Alice in Wonderland Syndrome (AIWS)
Alice in Wonderland Syndrome (AIWS) atau Micropsia adalah suatu kondisi syaraf mengalami disorientasi yang menyebabkan efek keliru terhadap persepsi visual seseorang.
Subjek yang mengalami AIWS merasa manusia, bagian tubuh manusia, hewan dan objek benda mati pada dasarnya lebih kecil daripada kenyataannya. Umumnya, objek dipercayai tampak lebih jauh atau terlalu dekat pada saat yang bersamaan. Suatu contoh, hewan peliharaan misalnya seekor anjing, akan tampak dengan ukuran sebesar tikus, atau mobil dengan ukuran normal akan tampak menyusut dari skala aslinya. Terdapat istilah lain mengenai keadaan ini, yaitu Lilliput Sight atau Lilliputian Hallucinations, penamaan ini diambil dari kisah tentang manusia kerdil dalam buku Jonathan Swift’s Gulliver’s Travels. Kondisi ini sebenarnya hanya terjadi kesalahan persepsi saja, fisik mata tidak mengalami gangguan atau abnormalitas, otak mengalami kesalahan interpretasi informasi yang disampaikan oleh mata.
Sindrom ini ada kemungkinan berkaitan dan disebabkan oleh sakit kepala migrain klasik. Terkadang AIWS dinamakan sebagai symptom awal dari mononucleosis. Micropsia dapat juga disebabkan oleh Complex Partial Epilepsy, dan akibat dari macam obat-obatan psychoactive ( yang banyak dikenal adalah dextromethorphan )
Anak-anak kecil biasanya pada usia antara lima hingga sepuluh tahun, mengalami bagian yang lebih besar kemungkinan terkena efek Micropsia spontan sementara. Micropsia cenderung terjadi pada saat selama kondisi dalam kegelapan, dimana ketika terjadi ketika otak mengalami kesalahan pengukuran visual.
Micropsia tidak hanya berefek kepada persepsi visual, tetapi juga dalam pendengaran, sensivitas dalam menyentuh, dan kadang melihat gambaran diri, sindrom tetap terjadi walaupun ketika mata tertutup. Macam symptom meliputi anxiety, apraxia dan agnosia. Micropsia juga sering berhubungan dengan pasien penderita schizophrenia.
Penyakit ini dinamai setelah Lewis Caroll’s menulis cerita tentang Petualangan Alice di Wonderland ( Alice’s Adventure in Wonderland), dimana setiap karakter mengalami situasi-situasi yang beragam yang mirip dengan Micropsia dan Macropsia.
Referensi:
Kew, J., Wright, A., & Halligan, P.W. (1998). Somesthetic aura: The experience of "Alice in Wonderland", The Lancet, 351,p1934
Artikel dari Reuters tentang Carroll/Dodgson and migraine hallucinations.
Subjek yang mengalami AIWS merasa manusia, bagian tubuh manusia, hewan dan objek benda mati pada dasarnya lebih kecil daripada kenyataannya. Umumnya, objek dipercayai tampak lebih jauh atau terlalu dekat pada saat yang bersamaan. Suatu contoh, hewan peliharaan misalnya seekor anjing, akan tampak dengan ukuran sebesar tikus, atau mobil dengan ukuran normal akan tampak menyusut dari skala aslinya. Terdapat istilah lain mengenai keadaan ini, yaitu Lilliput Sight atau Lilliputian Hallucinations, penamaan ini diambil dari kisah tentang manusia kerdil dalam buku Jonathan Swift’s Gulliver’s Travels. Kondisi ini sebenarnya hanya terjadi kesalahan persepsi saja, fisik mata tidak mengalami gangguan atau abnormalitas, otak mengalami kesalahan interpretasi informasi yang disampaikan oleh mata.
Sindrom ini ada kemungkinan berkaitan dan disebabkan oleh sakit kepala migrain klasik. Terkadang AIWS dinamakan sebagai symptom awal dari mononucleosis. Micropsia dapat juga disebabkan oleh Complex Partial Epilepsy, dan akibat dari macam obat-obatan psychoactive ( yang banyak dikenal adalah dextromethorphan )
Anak-anak kecil biasanya pada usia antara lima hingga sepuluh tahun, mengalami bagian yang lebih besar kemungkinan terkena efek Micropsia spontan sementara. Micropsia cenderung terjadi pada saat selama kondisi dalam kegelapan, dimana ketika terjadi ketika otak mengalami kesalahan pengukuran visual.
Micropsia tidak hanya berefek kepada persepsi visual, tetapi juga dalam pendengaran, sensivitas dalam menyentuh, dan kadang melihat gambaran diri, sindrom tetap terjadi walaupun ketika mata tertutup. Macam symptom meliputi anxiety, apraxia dan agnosia. Micropsia juga sering berhubungan dengan pasien penderita schizophrenia.
Penyakit ini dinamai setelah Lewis Caroll’s menulis cerita tentang Petualangan Alice di Wonderland ( Alice’s Adventure in Wonderland), dimana setiap karakter mengalami situasi-situasi yang beragam yang mirip dengan Micropsia dan Macropsia.
Referensi:
Kew, J., Wright, A., & Halligan, P.W. (1998). Somesthetic aura: The experience of "Alice in Wonderland", The Lancet, 351,p1934
Artikel dari Reuters tentang Carroll/Dodgson and migraine hallucinations.
Langganan:
Postingan (Atom)